Kamis, 06 Oktober 2011

mahram dan wali nikah dalam islam

PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Shalawat serta salam tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada para shahabat, pengikut dan orang-orang yang berada di jalannya hingga akhir zaman.
Pernikahan dan rumah tangga sesungguhnya menempati posisi yang sangat penting dan menentukan dari jati diri sebuah bangsa. Sebab di dalam sebuah rumah tangga itulah pada calon generasi penerus itu dilahirkan sekaligus dipersiapkan. Biasanya, pernikahan yang baik akan diteruskan dengan kehidupan rumah tangga yang baik pula. Maka hasilnya adalah lahirnya generasi yang sehat jasmani rohani dan siap menjadi generasi penerus.
Maka perbaikan generasi dimulai dari sebuah pernikahan yang sehat, sejalan dengan tujuan syariah, serta mengikuti alur yang telah diridhai Allah SWT. Karena itulah kita butuh rujukan dari syariat Islam, yang menjadi pembimbing sekaligus pemberi petunjuk dan menerangi jalan, agar kita tidak tersesat atau menyimpang dari jalan yang telah Allah tetapkan.



PEMBAHASAN
A. Pengertian

Istilah mahram (مَحْرَم) berasal dari makna haram, yang maknanya adalah wanita yang haram dinikahi. Harus dibedakan antara mahram dengan muhrim. Kata muhrim berasal dari bentukan dasar ahrama-yuhrimu-ihraman (أحرم – يُحْرِمُ - إِحْراماً), yang artinya mengerjakan ibadah ihram. Dan makna muhrim itu adalah orang yang sedang mengerjakan ibadah ihram, baik haji maupun umrah.
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam urusan boleh tidaknya suatu pernikahan terjadi adalah status wanita yang menjadi pengantin. Bila wanita itu termasuk yang haram untuk dinikahi, maka hukum pernikahan itu haram. Dan sebaliknya, bila wanita itu termasuk yang halal untuk dinikahi, maka hukumnya halal.
Tidak semua perempuan boleh dinikahi. Syarat perempuan yang boleh dinikahi ialah bukan yang haram bagi laki-laki untuk menikahinya, baik haramnya bersifat abadi (مُؤَبَّد) maupun yang tidak abadi atau sementara (غَيْرُ مُؤَبَّد). Mahram yang bersifat abadi ialah perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki sepanjang masa. Sedangkan mahram yang bersifat sementara ialah perempuan yang tidak boleh dinikahi selama waktu tertentu jika keadaannya sudah berubah, haram sementaranya hilang dan menjadi halal.

B. Mahram Yang Bersifat Abadi
Sebab-sebab haram selamanya adalah karena:
1. Nasab,
2. Pernikaan, dan
3. Susuan.
Allah SWT telah berfirman dalam surat An-Nisa :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu , maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nisa : 23)

1. NASAB
Yang dimaksud mahram karena nasab adalah hubungan antara seorang perempuan dengan laki-laki masih satu nasab atau hubungan keluarga. Tetapi dalam syariat Islam, tidak semua hubungan keluarga itu berarti terjadi kemahraman. Hanya hubungan tertentu saja yang hubungannya mahram, di luar apa yang ditetapkan, maka tidak ada hubungan kemahraman.
a. Ibu kandung
Maksudnya adalah ibu yang melahirkan dirinya. Termasuk dalam pengertian ibu ialah ibu sendiri, ibunya ibu, neneknya ibu, ibunya bapak, neneknya bapak, dan terus ke atas. Dalilnya adalah potongan ayat di atas (أُمَّهَاتُكُمْ).
b. Anak Perempuan
Maksudnya adalah semua anak perempuan yang engkau lahirkan atau cucu perempuan dan terus ke bawah. Termasuk anak perempuan kandungmu dan anak-anaknya. Dalil kemahramannya adalah potongan ayat di atas (وَبَنَاتُكُمْ).
c. Saudari Kandung
Maksudnya adalah saudari wanitanya. Bisa saja sebagai kakak atau sebagai adik, keduanya sama kedudukannya, yaitu sama-sama haram untuk dinikahi. Baik posisinya sebagai saudari itu seayah-seibu, atau saudari seayah tidak seibu, atau saudari seibu tapi tidak seayah. Dalil keharaman untuk menikahinya adalah potongan ayat (وَأَخَوَاتُكُمْ).
d. Saudari Ayah
Yakni semua perempuan yang menjadi saudara ayahmu. bisa saja saudari ayah yang seayah dan seibu, atau seayah tidak seibu, atau seibu tapi tidak seayah. Dari segi usia, bisa saja yang lebih muda dari ayah (adiknya ayah), atau bisa juga yang lebih tua (kakaknya ayah). Dalil kemahraman saudari ayah adalah potongan ayat (وَعَمَّاتُكُمْ).
e. Saudari Ibu
saudari ayah atau saudari ibu tidak dibedakan panggilannya. Namun dalam syariat Islam, keduanya berbeda. Saudari ibu dalam bentuk tunggal disebut khaalah (خَالَة), sedangkan dalam bantuk jamal disebut khaalaat (خالات). Dengan dalil potongan ayat di atas (وَخَالاَتُكُمْ).
f. Keponakan dari Saudara Laki
Anak-anak wanita yang lahir dari saudara laki-laki termasuk wanita yang haram dinikahi. Dalam panggilan akrab kita, mereka termasuk keponakan. Diharamkan untuk dinikahi dengan dasar potongan ayat (وَبَنَاتُ الأَخِ).
g. Keponakan dari Saudara Wanita
Anak-anak wanita dari saudari wanita disebut keponakan. Termasuk para wanita yang haram untuk dinikahi. Dalilnya adalah potongan ayat di atas (وَبَنَاتُ الأُخْتِ).
Itulah tujuh wanita yang secara nasab (keturunan dan hubungan famili) haram hukumnya untuk dinikahi oleh seorang laki-laki.



2. PENYUSUAN
Ibu susu sama dengan ibu kandung. Diharamkan bagi laki-laki yang disusui, menikah dengan ibu susunya serta dengan semua perempuan yang haram dinikahinya dari pihak ibu kandung. Jadi yang haram dinikahi, yaitu:
• Ibu susu yang menyusui,
• Ibu dari ibu yang menyusui (neneknya),
• Ibu dari bapak yang menyusui (neneknya juga),
• Saudara perempuan dari ibu susunya (bibinya),
• Saudara perempuan dari bapak susunya (bibinya juga),
• Cucu perempuan ibu susunya karena mereka menjadi anak perempuan saudara laki-laki dan perempuan sesusuan dengannya, dan
• Saudara perempuan sesusuan, baik yang sebapak maupun seibu atau sekandung.
Semua jenis susuan dapat menjadi sebab haramnya pernikahan. Akan tetapi, sebenarnya ini tidak benar kecuali karena susuan yang sempurna, yaitu seorang anak menyusu dari payudara dan menyedot susunya, dan tidak berhenti dari menyusu kecuali dengan kemaunnya sendiri tanpa sesuatu paksaan. Jika ia masih baru menyusu sekali atau dua kali, hal ini tidak menyebabkan haramnya pernikahan, karena bukan disebut menyusui dan tidak pula mengenyangkan.
a. Penyusuan Yang Mengharamkan
Tidak semua penyusuan secara otomatis mengakibatkan kemahraman. Ada beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama tentang hal ini, antara lain :
Air Susu Manusia Wanita Baligh, Seandainya yang diminum bukan air susu manusia, seperti air susu hewan atau susu formula, maka tidak akan menimbulkan kemahraman.
Demikian juga bila air susu itu di dapat dari seorang laki-laki, atau wanita yang belum memungkinkan untuk punya anak, misalnya wanita yang belum baligh, maka para ulama sepakat penyusuan seperti tidak akan menimbulkan kemahraman.
Sampainya Air Susu ke dalam Perut, Yang menjadi ukuran sebenarnya bukan bayi menghisap puting, melainkan bayi meminum air susu. Sehingga bila disusui namun tidak keluar air susunya, tidak termasuk ke dalam kategori penyusuan yang menimbulkan kemahraman.
Sebaliknya, meski tidak melakukan penghisapan lewat putting susu, namun air susu ibu dimasukkan ke dalam botol dan dihisap oleh bayi atau diminumkan sehingga air susu ibu itu masuk ke dalam perut bayi, maka hal itu sudah termasuk penyusuan.
Namun harus dipastikan bahwa air susu itu benar-benar masuk ke dalam perut, bukan hanya sampai di mulut, atau di lubang hidung atau lubang kuping namun tidak masuk ke perut.
 Minimal 5 Kali Penyusuan
Para ulama sepakat bahwa bila seorang bayi menyusu pada wanita yang sama sebanyak 5 kali, meski tidak berturut-turut, maka penyusuan itu telah menimbulkan akibat kemahraman.
Dasarnya adalah hadits riwayat Aisyah radhiyallahuanha :
كَانَ فِيمَا أُنْزِل مِنَ الْقُرْآنِ ( عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ) ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ
Dahulu ada ayat yang diturunkan dengan lafadz :Sepuluh kali penyusuan telah mengharamkan. Kemudian ayat itu dihapus dan diganti dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat dalam keadaan para wanita menyusui seperti itu. (HR. Muslim)
Namun ada pendapat dari mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah bahwa satu kali penyusuan yang sempurna telah mengakibatkan kemahraman. Mereka mendasarinya dengan kemutlakan dalil yang sifatnya umum, dimana tidak disebutkan keharusan untuk melakukannya minimal 5 kali, yaitu ayat :
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ
Dan ibu-ibu yang telah menyusui dirimu (QS. An-Nisa : 23)
 Sampai Kenyang
Hitungan satu kali penyusuan bukanlah berapa kali bayi mengisap atau menyedot air susu, namun yang dijadikan hitungan untuk satu kali penyusuan adalah bayi menyusu hingga kenyang. Biasanya kenyangnya bayi ditandai dengan tidur pulas.
Ada pun bila bayi melepas puting sebentar lalu menghisapnya lagi, tidak dianggap dua kali penyusuan, tetapi dihitung satu kali saja. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW :
الرَّضَاعَةُ مِنَ الْمَجَاعَةِ
Penyusuan itu karena lapar (HR. Bukhari dan Muslim)
 Maksimal 2 Tahun
Hanya bayi yang belum berusia dua tahun saja yang menimbulkan kemahraman. Sedangkan bila bayi yang menyusu itu sudah lewat usia dua tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman.
Dalilnya adalah firman Allah SWT ;
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS. Al-Baqarah : 233)
Dan juga berdasarkan hadits nabi SAW :
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ مَا كَانَ فِي الْحَوْلَيْنِ
Tidak ada penyusuan (yang mengakibatkan kemahraman) kecuali di bawah usia dua tahun. (HR. Ad-Daruquthny)
b. Suami Menyusu Kepada Istri, Mahramkah?
Dengan dalil-dalil di atas, maka dalam kasus seorang suami menelan air susu istrinya, maka hal itu tidak akan menimbulkan kemahraman di antara mereka.
Sebab semua syarat penyusuan yang menimbulkan kemahraman tidak terpenuhi :
 Suami bukan bayi karena usianya sudah lebih dari 2 tahun
 Suami tidak akan kenyang perutnya dengan menelan air susu istrinya. Kalau pun dia meminumnya dengan jumlah yang banyak, bukan kenyang tapi malah muntah.


3. PERNIKAHAN
Penyebab kemahraman abadi kedua adalah karena mushaharah (مُصَاهَرَة), atau akibat adanya pernikahan sehingga terjadi hubungan mertua menanti atau orang tua tiri. Kemahramannya bukan bersifat sementara, tetapi menjadi mahram yang sifatnya abadi.
Di antara wanita yang haram dinikahi karena sebab mushaharah ini adalah sebagaimana firman Allah SWT yang menyebutkan siapa saja wanita yang haram dinikahi.
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
(dan haram menikahi) ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, istri-istri anakmu dari sulbimu.(QS. An-Nisa' : 23)
a. Ibu dari istri (mertua wanita)
Seorang laki-laki diharamkan selama-lamanya menikahi ibu dari istrinya, atau mertua perempuannya. Sifat kemahramannya berlaku untuk selama-lamanya.
Bahkan meski istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, tetepi mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.
Jadi meski sudah berstatus mantan mertua, tetapi tetap haram untuk terjadinya pernikahan antara bekas menantu dengan bekas mertuanya sendiri.
b. Anak wanita dari istri (anak tiri)
Bila seorang laki-laki menikahi seorang janda beranak perawan, maka haram selamanya untuk suatu ketika menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai.
Namun ada sedikit pengecualian, yaitu bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan suami istri, lalu terjadi perceraian, maka anak perawan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
(dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)
c. Istri dari anak laki-laki (menantu)
Seorang laki-laki diharamkan untuk menikahi istri dari anaknya sendiri, atau dalam bahasa lain menantunya sendiri. Dasar keharamannya adalah firman Allah SWT :
وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
Dan (haram untuk menikahi) istri-istri dari anak-anakmu yang lahir dari sulbimu. (QS. An-Nisa' : 23)
Dan keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.
d. Istri dari ayah (ibu tiri)
Sedangkan yang dimaksud dengan istri dari ayah tidak lain adalah ibu tiri. Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri. Dan status ibu tiri sama haramnya untuk dinikahi sebagaimana haramnya menikahi ibu kandung.
Dalil pengharaman untuk menikahi ibu tiri adalah firman Allah SWT :
وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)


Konsekuensi Hukum
Hubungan mahram ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat permanen, antara lain :
 Kebolehan berkhalwat (berduaan)
 Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
 Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.
C. Mahram Yang Bersifat Sementara
Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya.
Bentuk kemahraman yang ini semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tidak membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama. Yaitu mahram yang bersifat muaqqat atau sementara. Yang membolehkan semua itu hanyalah bila wanita itu mahram yang bersifat abadi.
Diantara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah :
a. Istri Orang Lain
Seorang wanita yang masih berstatus sebagai istri dari suaminya tentu saja tidak boleh dinikahi, karena itu bisa disebut mahram. Tetapi sifat kemahramannya tidak abadi, hanya bersifat sementara.
Bila suaminya wafat atau menceraikannya, dan telah selesai masa iddah wanita itu, maka wanita itu maka boleh atau bisa saja dinikahi.
Karena kemahramannya berifat sementara, maka tidak berlaku hukum-hukum seperti kepada mahram yang bersifat abadi.
b. Saudara Ipar
Saudara ipar adalah saudara wanita dari istri, baik sebagai kakak atau adik. Saudara ipar tidak boleh dinikahi, karena seorang laki-laki diharamkan memadu dua wanita yang bersadara.
وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ
Dan memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. (QS. An-Nisa’ : 23)
Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka saudari ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Istilah yang populer adalah turun ranjang.
c. Masih Masa Iddah
Wantia yang telah dicerai oleh suaminya, tidak boleh langsung dinikahi, kecuali setelah selesai masa iddahnya. Masa iddahnya adalah selama 3 kali masa suci dari haidh, sebagaimana firman Allah SWT :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru' (QS. Al-Baqarah : 228)
Sedangkan wanita yang suaminya meninggal dunia, maka masa iddahnya lebih lama lagi, yaitu 4 bulan 10 hari. Hal itu ditegaskan di dalam Al-Quran :
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (wajiblah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah : 234)
Selama masa iddah itu seorang wanita wajib tinggal di dalam rumah suaminya, dan diharamkan untuk keluar rumah, berdandan serta menerima pinangan dari seorang laki-laki.
Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
d. Istri yang Ditalak Tiga
Seorang wanita yang telah ditalak untuk yang ketiga kalinya, maka haram hukumnya dinikahi kembali.
فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىَ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. (QS. Al-Baqarah : 230)
Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya dan posisi suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
e. Wanita pezina.
Al-Quran Al-Kariem secara tegas menyebutkan haramnya seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita pezina.
الزَّانِي لا يَنكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (QS. An-Nuur : 3)
Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, dimana dia sudah tidak lagi disebut wanita yang berzina, umumnya ulama membolehkannya.
Dosa zina itu adalah dosa yang bisa diampuni. Dan kalau sudah diampuni, tentu haram hukumnya menjuluki mereka sebagai pezina.
Bukankah dahulu sebelum masuk Islam, banyak di antara shahabat Nabi SAW yang berzina serta melanggar larangan Allah. Tetapi ketika sudah masuk Islam dan bertaubat, status mereka tidak boleh lagi disebut sebagai pezina.
f. Istri Yang Dili'an
Li’an adalah salah satu bentuk perceraian, dimana seorang suami mendapati istrinya berzina dan menjatuhkan tuduhan, namun tidak punya saksi selain dirinya sendiri. Di sisi lain, pihak istri menolak untuk mengakuinya.
Sehingga untuk itu digelarlah sebuah pengadilan dimana kedua belah pihak ditantang untuk saling melaknat. Seorang suami di dalam Li’an akan melaknat istrinya
Li’an disyariatkan di dalam Al-Quran :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُن لَّهُمْ شُهَدَاء إِلا أَنفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِن كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِن كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (QS. An-Nuur : 6-9)
Bila seorang suami telah melakukan li’an kepada istrinya, maka istrinya itu menjadi wanita yang haram untuk dinikahi.
g. Wanita Ahli Kitab
Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim untuk menikahinya.

AYAT-AYAT TERKAIT HUJAN DAN AIR DALAM ALQURAN dan TAFSIRNYA

KATA PENGANTAR
            Bismillah hirobil alamin, tidak lupa selalu, rasa syukur yang tertanam dalam diri kami akan senantiasa memancar kuat untuk Tuhan pencipta alam, Tuhan yang maha tahu, Tuhan yang maha kuasa, Allah ‘Aza wajalla. Senantiasa mencurahkan hdayah serta inayahnya yang amat banyak dan murah sekali terhadap kita semua, menjadikan sehat riang dalam menjalani sisa jatah kehidupan di dunia ini, yang sangat dapat dipastikan tidak mungkin kita dapat berpuat apapun selain arna curahan hidayah dan inayah-Nya. Tak lupa juga sholawat serta salam selalu kita haturkan kepada nabi junjungan kita nabiyuna Muhammad SAW yang telah mengajarka banyak sekali cara dan metode-metode menghadapi banyak sekali persoalan terkait banyak hal yang tentu itu menjadi sunah kita untuk mengikuti beliau dan semoga kelak beliau berkenan memilih hamba-hamba ini tergolong yang mendapatkan syafaatnya dan bersama-sama bermukim di surha-Nya Allah SWT amin.
            Selanjutnya, kami menghaturkan beribu rasa trimakasih kepada rekan, sahabat, maupun semua pihak yang sudah turut mendukung atas selesainya penyusunan hasil karya tulis yang insyaAllah penting ini, tentu tidak luput dari dukungan-dukungan yang mandorong semangat dan motivasi yang tinggi terkait penyusunan karya ini, tak lupa juga khusus kepada Bpk Afda  Waiza yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk mengembangkan ilmu yang sebenarnya sudah ada embrio utamanya dalam diri kami yang kemudian di asah dan dituangkan ke dalam karya ini, agar menambah wawasan dan pengetahuan terkait makalh ini.
            Akhir kata, al-Insanu makhalul khata’ wan nisyan. Maka dibalik keseriusan dan usaha keras saya dalam pembuatan karya tulis ini pasti masih adanya kesalahan-kesalahan, maka kami meminta maaf atas khilaf dan kekurangan yang ada dalam karya tulis ini. Tak lupa kami sangat mengharapkan masukan dan tambahan dari semua pihak terkait agar lebih baik dan komprehensif dalam banyak hal terkait karya tulis ini.

            Sleman 27  maret 2011
Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
            PENDAHULUAN
BAB II
1. AYAT-AYAT TERKAIT HUJAN DAN AIR DALAM ALQURAN
a.      Surat Al-Anbiya’ ayat 30
b.      Surat Al-Mu’minun ayat 18
c.       Surat An-Nahl ayat 65
d.      Ayat-ayat lain terkait hujan dan air
2. KONTEKSTUALISASI AYAT DAN BUKTI ILMIAH
3. MUQORONATUL TAFSIR
BAB III
            KESIMPULAN dan PENUTUP
            DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an senantiasa menjadi tema yang banyak dikaji oleh para pemikir baik didalam internal Islam maupun eksternal Islam dari masa kemasa, al Quran membuktikan dirinya sebagai hudan linnas. Sangat banyak hal yang dapat kita ambil hikmah dari al-Quran, termasuk diantaranya kajian terkait isi dan tafsirnya.
Al-quran shahihun likulli zaman wa makan, maka banyak hal yang terkadang kita bingung mancari akar itu muncul dan jalan keluar untuk mengetahui lebih dalan dan menyikapinya, namun al Quran sangatlah komprehensif saat dibenturkan dengan hal-hal yang muncul dalam kehidupan kita yang barangtentu dilengkapi dengan sunah-sunah nabi dan kitab-kitab tafsir yang banyak sekali menyebar di banyak kalangan.
Karya tulis atau makalah ini disusun guna dengan tujuan agar memudahkan kita untuk mengetahui banyak hal terkait hubungan Air dan Hujn dengan al-Quran menjawab itu yang kita akan mengguakan pendekatan kutab-kitab tafsir sebagai pokoknya dan di lengkapi buku-buku kealaman.
Air dan Hujan, kadang orang bingung memahami dan mencari-cari sebenarnya bagaimana siklus air itu kok tidak perna habis baik melalui sumur atau mata air dan hujan yang turun, coba kita tengok ayat berikut :
§NèO ÎAù'tƒ .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ ×P%tæ ÏmŠÏù ß^$tóムâ¨$¨Z9$# ÏmŠÏùur tbrçŽÅÇ÷ètƒ ÇÍÒÈ
49.  Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."(yusuf :49)

uqèd üÏ%©!$# tAtRr& šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ( /ä3©9 çm÷ZÏiB Ò>#tx© çm÷ZÏBur ֍yfx© ÏmŠÏù šcqßJŠÅ¡è@ ÇÊÉÈ
10.  Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. (an-Nahl :10)[1]

Îûur ÇÚöF{$# ÓìsÜÏ% ÔNºuÈq»yftGB ×M»¨Zy_ur ô`ÏiB 5=»uZôãr& ×íöyur ×@ŠÏƒwUur ×b#uq÷ZϹ çŽöxîur 5b#uq÷ZϹ 4s+ó¡ç &ä!$yJÎ/ 7Ïnºur ã@ÅeÒxÿçRur $pk|Õ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû È@à2W{$# 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÍÈ
4.  Dan di bumi Ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (ar-Ra’du: 4)[2]






AYAT-AYAT TERKAIT HUJAN DAN AIR DALAM ALQURAN dan TAFSIRNYA

1.Surat Al-Anbiya’ ayat 30
1.     óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
30.  Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?[3]
            Pada ayat-ayat ini Allah menyuruh mereka untuk memperhatikan alam yang terbentang dihadapan mereka, yang mengandung bukti-bukti tentang adanya Allah dan kekuasan-Nya yang tak terbatas. Jika mereka mau memperhatikan alam ini, niscaya mereka akan sampai kepada kesimpulan bahwa tiadalah sepatutnya mereka menyembah kepada selain allah, berupa patung, berhala, batu, pohon, dan sebagainya yang tiada mempunyai kekuasaan seperti kekuasaan allah yang menciptakan alam semesta ini.
Asbabun nuzul ayat
Setelah usaha kami untukmencari asbabun  nuzulnya ayat ini, tidak kami temukan
Arti kata penting
$yJßg»oYø)tFxÿsù  (kemudian kami pisahkan) kami jadikan langit tujuh lapis dan bumi tujuh lapis pula. [4]
Tafsir ayat
Ayat ini mengajak kaum musrik untuk menggunakan nalar mereka guna sampai kepada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan itu. Nalar mereka digugah oleh ayat diatas dengan mnyatakan : dan apakah orang-orang yang kafir belum juga menyadari apa yang telah kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan mata bawha langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya. Dan kami jadikan dari air yang tercurah dari langit, yang terdapat dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk seperma segala sesuatu hidup. Maka apakah mereka buta sehingga mere tidak juga beriman tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.? atau  belum juga percaya bahwa tidak ada satupun dari makhluk yang terdapat dilangit dan dibumi yang wajar dipertuhankan ?
Kata rataqon  dari degi bahasa berarti terpadu, sedang kata fataqnahuma terambil dari kata fataqa  yang bererti terbelah/terpisah berbeda-berbeda pendapat ulama tentang maksut firmannya ini. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumipun tidak ditumbuhi pepohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Adalagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh yang tidak  berpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit keatas dan membiarkan bumi tetap ditempatnya berada dibawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.
Thabathaba’i memahami kandungan ayat ini sebagai bantahan terhadap para penyembah berhala yang memisahkan antara pebciptaan dan pengaturan alam raya. Menurut meraka, Allah adalah pencipta, sedang tuhan-tuhan yang mereka sembah, adalah pengatur. Nah, ayat ini menyatukan penciptaan dan pengaturan dibawah satu kendali, yakni kendali Allah swt.  “sampai sekarang-tulis Thabayhaba’i-kita masih terus menyaksikan pemisahan bagian-bagian bumi didarat dan diudara; pemisahan aneka jenis tumbuhan dari bumi, aneka binatang dari binatang, manusia dari manusia dan nampak bagi kita yang terpisah itu, lahir dalam b entuk yang baru serta ciri-ciri yang berbeda setelah terjadinya pemisahan. Langit dengan segala benda-benda angkasa yang terdapat disana, keadaannypun seperti keadaan satuan-satuan yang disebut diatas.  Benda-benda langit dan bumi tempat kita berpijak demikian juga halnya. Hanya saja karena keterbatasan usia kita maka, kita tidak dapat menyaksikan keadaan langit dan bumi seperti apa yang kita sakssikan pada bagian-bagian kecilnya. Kita dapat menyaksikan pembentukan dan kehancurannya, tetapi betapapun demikian, harus diakui bahwa baik planet-planet dilangit maupun dibumi, serta bagin-bagiannya yang terkecil, semua adalah materi, sehingga semua –yang kecil atau yang besarr- secara umum sama dalam hukum-hukumnya.” Demikian lebih kurang Thabathaba’i, yang kemudian berkesimpulan bahwa terulangnya berkali-kali apa yang kita lihat pada rincian benda-benda atau kehidupan dan kematian apa yang terdapat dibumi dan dilangit, menunjukkan bahwa suatu ketika langit dan bumi pernah merupakan kesatuan (gumpalan) tanpa pemisaham bumi dari langit, kemudaian atas kehendak Allah, keduanya dipisahkan, atas keendak dan dibawah pengaturan dan kendali Allah sang pencipta agung itu.
            Firmannya, wajangalna min al-ma’i kulli syai’in hayin / kami jadikan dari air sesuatu hidup, diperselisihkan juga maknanya ada yang memahaminya dalam arti segala yang hidup membutuhkan air atau pemeliharaan kehidupn segala sesuatu adalah dengan air, atau kami jadikan dari cairan yang memancar dari shulbi (sperma) segala yang hidup yakni dari jenis binatang.
            Para pengarang tafsir al-muntahab berkomentar  bahwa ayat ini telah dibuktikan kebenarannya mellalui penemuan benih dari satu cabang pengetahuan. Sitologi ilmu (tentang susunan dan fungsi sel) misalnya, menanyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan kesatuan bangunan pada makhluk hidup baik heman maupun tumbuhan. Sedang biokimia bahwa air adalah ungsur yang sangat penting dalam kehidupan pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses inter aksi itu sendiri. Sedangkan fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat befungsi dengan baik. Hilangnya fungsi itu akan berarti kematian.[5]
            Dari keterangan ini dapat pula kita pahami, bahwa al-quran benar-benar merupakan mu’jizat yang besar. Dan kemu’jizatanya tidak hanya terletak pada gaya bahasa dan rangkuman yang indah, melainkan juga pada isi yang terkandung dalam ayat-ayatnya, yang mengungkapkan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang tinggi nilainya.
            Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya dalam ayat ini Allah mengajarkan pula suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai kepentingan fungsi air bagi kehidupan semua makhluk yang hidup di alam ini, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Maka allah berfirman: “... dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Pada masa sekarang ini, tidak ada orang yang akan mengingkari pentingnya air bagi manusia atupun kehidupan disekitar manusia sendiri.
            Manusia dan hewan sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapatkan minum. Akan tetapi ia tak kan dapat hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Demikian pula halnya tumbuh-tumbuhan. Apabila ia tidak mendapatkan air, maka akar dan daunya akan menjadi kering, dan akhirnya mati sama sekali. Di samping itu, manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, ia juga berasal dari air, yang disebut “nutfah”.
            Dengan demikian air adalah merupakan suatu unsur yang sangat vital bagi kejadian dan kehidupan manusia.
            Oleh sebab itu, apabila manusia sudah meyakini pentingnya air bagi kehidupanya, dan meyakini pula bahwa air tersebut adalah salah satu dari nikmat allah SWT, maka tidak adalah alasan bagi manusia untuk tidak beriman kepada allah serta untuk mengingkari nikmat Nya yang tak ternilai harganya.[6]
            Kesimpulan
            Dalam ayat-ayat yang telah disebutkan itu, Allah SWT mengemukakan enam macam bukti alamiyah yang menunjukkan dengan pasti tentang adanya Allah serta kemaha esaan Nya dan kemaha kuasaa Nya, yaitu:
  1. Bahwa langit dan bumi ini dahulunya adalah suatu benda, kemudian allah memecahkannya, dan masing-masing berjalan menurut garis edar tertentu, dan melakukan fungsinya masing-masing dengan baik dan tertib.
  2. Bahwa segala sesuatu yang hidup di alam ini dijadikan Nya dari air, dan dihidupkan Nya dengan bantuan air, sehingga air merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan makhluk-makhluk tersebut.

2.Surat Al-Mu’minun ayat 18
2.     $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# Lä!$tB 9ys)Î/ çm»¨Ys3ór'sù Îû ÇÚöF{$# ( $¯RÎ)ur 4n?tã ¤U$ydsŒ ¾ÏmÎ/ tbrâÏ»s)s9 ÇÊÑÈ
18.  Dan kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.[7]

Asbabun nuzul ayat
Setelah usaha kami untukmencari asbabun  nuzulnya ayat ini, tidak kami temukan
Arti kata penting
9ys)Î/ (ukuran, suatu ukuran) kadar air yang menurut apa yang dibutuhkan di Bumi jadi tidak kurang atau lebih
Tafsir ayat
Ayat yang lalu menunjukkan betapa besar Kuasa Allah di langit dan begitu banyak anugerah-Nya yang bersumber dari sana, sambil menegaskan bahwa Allahtidak lengah atas ciptaan-Nya. Kini melalui ayat-ayat di atasdisebut agi salah satubukti kekuasaan-Nya sekaligus contoh sederhana dari pemeliharaan dan ketidak lengahan-Nya. Ayat di atas menyatatakan: Dan juga sebagai salah satu bukti kekuasaan, pemeliharaan dan ketidak lengahan Kami, adalah Kami turunkan dari langit yakni awan, air tawar dalam berbagai bentuk, terkadang cair , terkadang berbentuk butir-butires. Dan itu Kamiturunkan menurut kadar yang tepat bagi ciptaan Kami baik manusia, binatang, mupun tumbuh-tumbuhan; lalu untuk memudahkan pemanfaatannya Kami menjadikannya yakni Kami simpan air itu, sbagian menetap tidak lama di permukaan bumi dan sebaian yang lain menetap dengan lama di perut bumi, dan sesungguhnya Kami bersumpah bahwa Kami untuk menghilangkannya sehingga tidak dapat kamu manfaatkan, benar-benar Maha Kuasa. Namun itu kami tidak lakukan karena rahmat dan kasih sayang Kami kepada makhluk kami.
Kata (ذهاب به) dzahabin bihi terambil dari kata (ذهب) dzahaba yang berarti pergi. Sesuatu yang pergi mengesankan hilang atau lenyap, paling tidak dalam pandangan. Huruf  ba’ pada kata bihi di pahami dalam arti menjadikan, sehingga zahabin bihi berarti menjadikannya pergi/ menghilang dan lenyap. Bentuk nakiroh  / idefinite pada kata dzahabin mengandung makna keanekaragaman cara yang dapat di tempuh Allah SWT. untuk melenyapkan air itu. Bisa dengan kemarau yang panjang, bisa dengan meresapkannya jauh ke perut bumi, bisa juga dengan menahan turunya salam waktu yang lama , dan masih banyak cara lain.semua cara tersebut mudah bagi-Nya.
Ayat di atas di komentari oleh sejumlah pakar Mesir yang bekerja sama menyusun Tafsir al-Muntakhab, bahwa ayat ini mengisyaratkan fakta ilmu pengetahuan alam mengenai siklus air pasa bumi. Proses penguapan air laut dan samudraakan membentk awn dan kemudian menurunkan hujan sebagai sumber utama air bersih untuk permukaan bumi, disamping merupakan unsur terpenting bagi kehidupan. Air hujan yang turun di atas permukaan bumiitu kemudian membentuk sungai yang mengalirkan sumber kehidupan ke daerah-daerah kering dan jauh untuk pada akhirnya bermuara di laut secara alami, air itu berputar dari laut ke udara, dari udara ke daratan,dan dari daratan ke laut lagi.dan begitu seterusnya. Akan tetapi, di antara air hujan itu ada yang meresap ke dalam perut bumiuntuk kenudian berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sering kali, air yang meresap itu menetap dan menjadi air tanah yang tersimpan di bawah kulit bumi untuk masa yang sangat panjang, seperti yang terdapat di bawah sahara barat Libyayang oleh beeberapa penelitian mutakhir ditemukan telah berusiacukup lama.  Komponen-kompenen geologis yang menyimpan air itu bisa mengalami perubahan suhu – yang oleh para ahli disebut revolusi geologi – yang dapat membawanya ke tempat-tempat lain yang kering untuk kemudian menyuburkannya.
Ayat ini juga - masih menurut al-Muntakhab – menunjukkan hikmah adanya distribusi air sesuai kadar  yang telah ditentukan oleh Allah Sang Maha Penentu, Yang Maha Bijaksana memberikan manfaat dan mencegah bahaya. Hikmah lain yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa kehendak Allah SWT menuntut tersimpannyasejumlah air di samudra dan lautan yang dapat menjamin keseimbangan suhu di muka bumi danplanet lainnya, agartidak terjadi pertautan yang jauhantara suhu musim panas dan musim dinginyang tidak cocok dengan kehidupan. Selain itu, air hujan yang di turunkandi atas daratan pun telah di tentukan kadarnya, agar tidak terjadi kelebihan yang dapat menutup permukaan bumi, atau kekurangan hingga tidak cukup untu menyirami bagian daratan lain.[8]
Lalu allah menurunkan dari langit air hujan dengan kadar yang diperlukan, tidak terlalu lebat sehingga menimbullkan bencana banjir dan tidak sedikit cukup untuk mengairi kebun-kebun yang memerlukanya. Dan ada pula tanah-tanah yang memerlukan banyak air, akan tetapi tidak tahan menerima hujan yang lebat, maka air yang diperlukan itu datangnya dari negeri lain melalui sungai-sungai yang besar seperti negeri mesir dengan sungai nilnya yang bersumber di tengah-tengah benua afrika. Dan disamping membawa air yang diperlukan, juga membawa lumpur yang sangat bermanfaat untuk menambah kesuburan. Dan sebagian dari itu kami jadikan menetap dalam bumi untuk mengisi sumur-sumur dan parit-parit yang berfungsi dalam bidang irigasi, dan karena air dalam bumi itu bersentuhan pula dengan lapisan logam-logam dan zat kimia lainya, meyebabkan pula air itu mengandung unsur-unsur kimiawi yang menambah kesuburan tanah, dan bila lewat dilereng gunung-gunung berapi dapat pula menjadi sumber-sumber air panas yang mengandung belerang, dan dapat dijadikan tempat pemandian air panas sangat berguna untuk menyembuhkan penyakit kulit dan sebagainya. Semua sumber-sumber kenikmatan penggunaan air itu, jika dimanfaatkan dengan rasa syukur kehadirat allah, niscaya akan lama dapat dinikmati, akan tetapi awas, sesungguhnya kami berkuasa pula untuk menghilangkanya, terutama bila tempat-tempat itu dipakai untuk keperluan perbuatan maksiat.[9]
Kesimpulan
  1. Allah SWT menciptakan diatas bumi tujuh buah langit yang dipakai jalan peredaran planet-planet tertentu dengan peraturan yang tertentu pula.
  2. Allah SWT menurunkan air hujan dari langit dengan kadar yang tertentu, yang sebagianya menetap dalam lapisan bumi dan sebagian besar lagi untuk menyuburkan bumi dengan bermacam-macam buah-buahan, diantaranya, kurma, anggur dan zaitun yang minyaknya sangat bermanfaat.

3.      Surat An-Nahl ayat 65
4.     ª!$#ur tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $uômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ !$pkÌEöqtB 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ZptƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbqãèyJó¡o ÇÏÎÈ
65.  Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).[10]

            Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah SWT menjelaskan balasan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin dan siksaan yang akan diterima oleh orang-orang kafir karena mereka telah mengotori  jiwa mereka dengan perbuatan syirik dan tindakan-tindakan mereka yang bertentangan dengan kemuliaan tuhan dan kekuasaan Nya.
            Kemudian dalam ayat-ayat berikut ini Allah SWT menjelaskan tanda-tanda ke Maha Esaan Nya yang ada dalam jagat raya ini dan terdapat dalam seluruh agama-agama yang diturunkan dari langit. Sesudah itu Allah SWT menjelaskan tanda-tanda kebesaran kenabian, hari berbangkit dan hari pembalasan.
Asbabun nuzul ayat
Setelah usaha kami untukmencari asbabun  nuzulnya ayat ini, tidak kami temukan
Arti kata penting
(Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi) denga tumbuh-tumbuhan- y !$pkÌEöqtB÷èt/(sesudah matinya) yang dimaksud sesudah mengalami kekeringan y7Ï9ºsŒ Îû¨bÎ)  (sesungguhnya pda yang demikian itu) dalam hal yang telah disebutkan itu- ptƒUybenar0benar terdapat tanda ) yang menunjukkan adanya hari berbangkit 5 tbqãèyJó¡oQöqs)Ïj9(bagi orang-orang yang mendengarkan ) dengan pendenanran yang dibarengi dengNpemikiran.[11]
Tafsir ayat
Allah berfirman bahwa dia telah menurunkan al-Quran kepada  Muhammad untuk menjadi pedoman bagi orang-orang dan hakim yang memberiputusan dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Al-quranitu merupakanpetunjuk dan rahmat bagi orang-orang mukmin yang berpegang teguh kepadanya. Ia memberi kehidupan kembali bagi hati-hati manusia yang sudah beku dan mati, sebagaimana air hujan yang diturunkan oleh Allah dari langit memberi  kehidupan dan kesuburan bagi tanah-tanah yang sudah kering dan gersang.[12]
            (65) Allah SWT mengajak para hamba-Nya untuk memperhatikan dalil-dalil yang menunjukkan kebenaran bahwa Allah SWT itu Maha Esa dan dialah yang berhak dipertuhan dan yang pantas disembah.
            Dalam hal ini Allah menjelaskan bahwa yang berhak disembah ialah yang menurunkan hujan dari langit, yang karenanya tumbuhlah berbagai macam tanam-tanaman di permukaan bumi. Andaikan tidak ada hujan, tentulah bumi itu menjadi kering dan tandus tak mungkin ditumbuhi oleh tanam-tanaman dan rerumputan.
            Hal ini menunjukkan bahwa Allah berkuasa menghidupkan bumi itu dan menyuburkanya setelah tidak ada kemungkinan adanya tanda-tanda kehidupan. Orang-orang yang memperhatikan kejadian itu tentulah akan melihat adanya dalil yang jelas dan tanda yang pasti tentang ke esaan Allah yang maha mengetahui dan maha kuasa. Hal ini hanyalah dapat dilihat oleh orang-orang yang mempunyai akal dan memperhatikan kejadian itu dengan perhatian yang mendalam.
            Di dalam ayat ini disebutkan bahwa turunya hujan dari langit yang dapat menyuburkan bumi sesudah tandus sebagai tanda bagi orang-orang yang mendengarkan tanda-tanda kebenaran. Maksudnya ialah orang yang mau memperhatikan dan memikirkan tanda-tanda ke esaan tuhan itu adakalanya dengan jalan melakukan penelitian secara langsung atau mendengarkan pengalaman-pengalaman atau hasil penelitian orang lain dan orang itu dapat memahaminya sebaik-baiknya.[13]
            Kesimpulan
  1. Tanda-tanda kekuasaan dan ke esaan allah yang dapat di lihat dari ciptaan-Nya ialah :
a.       Dengan turunya hujan allah SWT berkuasa menumbuhkan berbagai macam tanaman.
b.      Allah berkuasa pula mengeluarkan air susu dari binatang-binatang ternak betina sebagai minuman yang lezat dan berfaedah bagi kesehatan badan.
c.       Dari kurma dan anggur dapat dijadikan berbagai macam makanan dan minuman yang sangat lezat.
d.      Allah berkuasa pula menciptakan madu yang dihasilkan oleh lebah sebagai minuman yang beraneka ragam warnanya dan sebagai obat.

e.       Ayat-ayat lain terkait hujan dan air
f.       óOs9r& ts? ¨br& ©!$# ÓÅe÷ム$\/$ptxž §NèO ß#Ïj9xsム¼çmuZ÷t/ §NèO ¼ã&é#yèøgs $YB%x.â uŽtIsù šXôŠtqø9$# ßlãøƒs ô`ÏB ¾Ï&Î#»n=Åz ãAÍit\ãƒur z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# `ÏB 5A$t7Å_ $pkŽÏù .`ÏB 7Štt/ Ü=ŠÅÁãŠsù ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o ¼çmèùÎŽóÇtƒur `tã `¨B âä!$t±o ( ߊ%s3tƒ $uZy ¾ÏmÏ%öt/ Ü=ydõtƒ ̍»|Áö/F{$$Î/ ÇÍÌÈ
g.      43.  Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (an-Nur 43)
h.      uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ z`ÏB Ïä!$yJø9$# #ZŽ|³o0 ¼ã&s#yèyfsù $Y7|¡nS #\ôgϹur 3 tb%x.ur y7/u #\ƒÏs% ÇÎÍÈ
i.        54.  Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (al-Furqan 54)
j.        Îûur ÇÚöF{$# ÓìsÜÏ% ÔNºuÈq»yftGB ×M»¨Zy_ur ô`ÏiB 5=»uZôãr& ×íöyur ×@ŠÏƒwUur ×b#uq÷ZϹ çŽöxîur 5b#uq÷ZϹ 4s+ó¡ç &ä!$yJÎ/ 7Ïnºur ã@ÅeÒxÿçRur $pk|Õ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû È@à2W{$# 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÍÈ
k.      4.  Dan di bumi Ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.(Ar-Rakdu 4)














BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kesimpulan
1. Darimanakah air dalam jumlah yang sangat besar ini muncul?
Menurut perkiraan ilmuwan, terbentuknya air di bumi terjadi sekitar 2 miliar tahun lalu ketika bumi mulai mengalami proses pendinginan. Sebelumnya bumi berbentuk gas yang kemudian memadat menjadi bentuk cair lalu mulai mengeras dan mendingin. Proses pendinginan secara bertahap telah menyelimuti bumi dengan lapisan awan yang padat, yang mengandung sebagian besar air di planet ini. Untuk jangka waktu yang lama, permukaan bumi masih sangat panas sehingga tetesan air yang jatuh akan segera kembali menjadi uap air. Hal ini membuat tingkat kepadatan awan semakin tinggi sehingga tidak ada sinar matahari yang mampu menembus sampai permukaan bumi. Segera setelah bumi mendingin, hujan mulai turun. Hujan ini adalah hujan yang pertama dan terjadi secara terus-menerus dari siang ke malam, hari ke bulan, bulan ke tahun dan tahun ke abad. Air ini kemudian mengisi basin dan tempat-tempat yang rendah di permukaan bumi hingga akhirnya menjadi lautan.[14]
            Hujan adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan berasal dari air dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu, air jamban, air kolam, air ludah, dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.
            Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap-uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari baik vertikal, horizontal dan diagonal.
            Akibat angin atau udara yang bergerak pula awan-awah saling bertemu dan membesar menuju langit / atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi (proses presipitasi). Karena semakin rendah suhu udara semakin tinggi maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.[15]
Demikian paparan terkait hujan dan air, yang dapat kami sampaikan dengan maksut dapat bertambahnya ilmu dan pengetahun terkait hal ini, dan juga tak luput kami  dan khususnya saya sendiri turut memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyaknya kesalahan yang adadalam penyusunan makalh ini.














DAFTAR PUSTAKA
H. Salim bahreisy dan h.said bahreisy.muhtasir tafsir ibnu katsir. Jilid 4. PT bina ilmu. Surabaya1088
Imam jalaludin Al-Mahalliy dan Imam jalaludin As-Suyuti. Terjemah tafsir jalalain.sinar Baru : Bandung.1990

Imam jalaludin Al-Mahalliy dan Imam jalaludin As-Suyuti. Terjemah tafsir jalalain.sinar Baru : Bandung.1990

Software Qur’an in ms Word,2003 aplication
Tafsir al-Misbah.M. Quraishihab.
Tafsir Depag.Al-Quran dan Tafsirnya. Pt dana Bakti wakaf: Yogyakarta.1991
Buku: The Sea around Us by Rachel L. Carson
            Internet: www.nasa.gov,
www.universetoday.com



[1]  Software Qur’an in ms Word,2003 aplication. (yusuf :49 dan an-Nahl :10)

[2]  Software Qur’an in ms Word,2003 aplication. (ar-Radu:4)

[3] Software Qur’an in ms Word,2003 aplication. (al-Ambiya’ 30)
[4] Imam jalaludin Al-Mahalliy dan Imam jalaludin As-Suyuti. Terjemah tafsir jalalain.sinar Baru : Bandung.1990
[5] M. Quraish Shihab.Tafsir al-Misbah.Jakarta: Lentera Hati.2002
[6] Tafsir Depag.Al-Quran dan Tafsirnya. Pt dana Bakti wakaf: Yogyakarta.1991
[7] Software Qur’an in ms Word,2003 aplication. (Surat Al-Mu’minun ayat 18)

[8] Tafsir al-Misbah.M. Quraishihab.
[9] Tafsir Depag.Al-Quran dan Tafsirnya. Pt dana Bakti wakaf: Yogyakarta.1991
[10] Software Qur’an in ms Word,2003 aplication. (Surat An-Nahl ayat 65)
[11] Imam jalaludin Al-Mahalliy dan Imam jalaludin As-Suyuti. Terjemah tafsir jalalain.sinar Baru : Bandung.1990
[12] H. Salim bahreisy dan h.said bahreisy.muhtasir tafsir ibnu katsir. Jilid 4. PT bina ilmu. Surabaya1088
[13] Tafsir Depag.Al-Quran dan Tafsirnya. Pt dana Bakti wakaf: Yogyakarta.1991
[14] Buku: The Sea around Us by Rachel L. Carson
Internet: www.nasa.gov, www.universetoday.com